Rabu, 22 Juni 2011

Pertamina 'Tercekik' Jaga Stok BBM Rp 40 Triliun

Jakarta: Pertamina harus merogoh koceknya sendiri sampai Rp 40 triliun untuk menyiapkan stok bahan bakar minyak (BBM) nasional selama 22 hari. Seharusnya dana tersebut dipakai untuk melakukan investasi sektor hulu untuk menggenjot produksi minyak perseroan.

"Untuk membuat stok BBM nasional 22 hari, itu dengan kondisi sekarang Pertamina membutuhkan Rp 40 triliun," kata Deputi Bidang Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian Bada Usaha Milik Negara (BUMN) Irnanda Laksanawan di hadapan anggota Komisi VI DPR RI, Jakarta, Selasa (21/6/2011).

Ia mengatakan sebelumnya, dalam kondisi harga minyak dunia pada di level US$ 70-80 per barel, perseroan hanya butuh dana Rp 25-35 triliun.

"Sekarang Rp 40 triliun, alhasil RKAP yang direncanakan di tahun sebelumnya tidak bisa tercapai dengan baik, karena uang yang rencananya digunakan untuk pengembangan investasi di hulu demi kejar lifting, untuk efisiensi, distribusi, tidak bisa dipakai anggarannya, karena harus beli minyak dengan harga lebih tinggi," terangnya.

Irnanda menambahkan, bahwa dana Rp 40 triliun tersebut membuat Pertamina tak leluasa mengelola keuangannya sehingga kinerjanya terganggu.

"Uang yang tersimpan di situ membuat kita tercekik, jadi kinerjanya tidak sesuai dengan RKAP 2011. Mudah-mudahan ada kompensasi," katanya.

Ia berharap supaya ada kompensasi dari pemerintah. Hal ini karena Pertamina bukan seperti dulu lagi. Mengingat hak-hak Pertamina sudah dibagi-bagi ke BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas) dan BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minya dan Gas).

"Jadi untuk stok nasional, diharapkan bisa dialihkan juga ke pemerintah (BPH Migas)," lanjut Irnanda.

Pihaknya mengaku pernah membahas hal ini, dimana jika stok nasional BBM diberikan kepada BPH Migas (pengelolaannya), maka Pertamina bisa menekan pengeluaran yang dibutuhkan.

"Kalau diserahkan ke pemerintah, maka tidak akan kena bunga. Kalau kita sekarang pinjam duit kena bunga, bunganya sampai Rp 5 triliun untuk itu. Itu pun saat harga minyak dunia sedang US$ 85 per barel. Sekarang yang sudah US$ 110-an jadi bisa bengkak Rp 7 triliun. Makanya itu, kalau kita dibebaskan dari pengurusan stok nasional BBM, kita hanya bisa bayar cost atau fee-nya saja, jadinya investasi Pertamina bisa meningkat," jelas Irnanda.

Sejauh ini, pihaknya sudah menyampaikan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), dan segera membuat kajian.

"Apakah memungkinkan, jika misalnya tiap tahun dianggarkan Rp 10 triliun ke BPH Migas secara bertahap-tahap. Jadi tanggung jawab Pertamina bisa berkurang, mereka hanya mendapatkan toll fee di pengelolaan BBM-nya," tambahnya.

Di tempat yang sama, Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan menyampaikan bahwa beban usaha yang ditanggung Pertamina hingga April 2011 sudah mencapai Rp 167,3 triliun. Ini sudah melebihi target RKAP beban usaha bulan April 2011 yang dipatok sebesar Rp 139,82 triliun.

"Beban usaha kita sudah Rp 163 triliun karena pembelian crude maupun produk (BBM)," timpal Karen.